Thursday, March 20, 2014

Mengapa Dokter Cenderung Diagnosa Usus Buntu

Mengapa Dokter cenderung men-diagnosa usus buntu ? ... pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab apalagi oleh orang awam dunia kedokteran seperti saya. Tetapi pengalaman yang kami alami sendiri, beberapa saudara dan teman menunjukkan gejala ini banyak terjadi.
Fungsi usus buntu seringkali disebutkan hampir tidak ada sehingga dibuang pun tidak masalah. Rasanya agak naif kalau menyebut usus buntu tidak ada fungsinya, karena saya percaya setiap bagian tubuh ada fungsinya sendiri-sendiri walaupun pemahaman dan ilmu pengetahuan barangkali belum mampu menguak semua fungsinya.



Kejadian yang pernah dialami dulu adalah rasa pegal-pegal (sangat tidak nyaman) di bagian punggung bawah sekitar pinggang dan di bawah perut di atas paha kanan, terutama saat letih atau habis mengendarai mobil untuk waktu lama. Setelah konsultasi ke dokter pertama dan dilanjutkan dengan rontgen maka diagnosanya adalah radang usus buntu (apendiditis), dan harus segera operasi. Seperti biasa yang dilakukan adalah meminta pendapat ke dokter kedua (second opinion) ... namun hasil diagnosa yang sama yaitu usus buntu! Karena tanya kiri-kanan ke saudara dan teman yang mengingatkan bahwa ada saja dokter yang senang mendiagnosa usus buntu karena mereka akan senang melakukan operasi (biaya mahal) dan menginap beberapa hari di rumah sakit plus sejumlah obat yang tentunya menjadi pemasukan yang lumayan besar untuk rumah sakit (dan dokter tentunya) ... Resiko operasi usus buntu juga kecil karena seperti ditulis di atas bahwa fungsi usus buntu seringkali disebutkan hampir tidak ada. Jika nantinya si pasien setelah operasi usus buntu tetap tidak sembuh dari permasalahannya maka kemungkinan si dokter akan bilang bahwa ada penyebab lainnya selain usus buntu, sehingga perlu dilanjutkan lagi !

Akhirnya kita lanjutkan ke third opinion, dokter ketiga sebagai harapan terakhir. Ketetapan untuk lanjut konsultasi karena konon menurut info saudara bahwa jika kena usus buntu akut seharusnya angkat dan tekuk kaki kanan ke arah perut tidak akan mampu dilakukan, dalam kasus ini malahan  gerakan tersebut malah cenderung memberi rasa nyaman. Di dokter ketiga juga awalnya menyebut gejala usus buntu setelah memeriksa dan melihat foto rontgen pemeriksaan sebelumnya, tetapi sang dokter mungkin memiliki insting atau pengalaman lain dan langsung merujuk ke rekan dokternya yang lebih ahli. Setelah dilakukan rontgen ulang atas keraguan hasil rontgen sebelumnya maka terlihat hasil yang berbeda yaitu ditemukannya batu di dinding ginjal yang cukup besar sekitar setengah sentimeter! Selanjutnya dianjurkan operasi kecil mengambil batu karena akan mengganggu terus dan ukuran batu sebesar itu beresiko menjadi pecahan kecil jika dilakukan tindakan penghancuran di dalam. Pada akhirnya operasi sukses dan setelah 4 tahun hingga saat ini tidak ada keluhan lagi.

Dari pengalaman di atas saya melihat bahwa dokter pertama dan kedua terlihat ingin tindakan cepat, yang sangat baik tentunya, namun ternyata keliru mendiagnosa. Dokter ketiga lebih teliti dan merujuk ke rekannya yang lebih ahli sehingga bisa ditemukan akar permasalahannya.
Sebagai informasi gejala usus buntu bisa dilihat di tautan ini.


(Tangsel, 20mar14)